A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang terdiri dari proses, cara, serta perbuatan mendidik dengan tujuan membantu anak agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Namun dewasa ini pendidikan dengan kurikulum atau metode yang berubah-ubah sering tidak mengakar dan membuat bingung para siswa. Pendidikan yang seharusnya memberi peluang bagi anak untuk berkembang dalam setiap aspek kehidupannya, kadang hanya menyentuh satu aspek saja. Misalnya kurikulum yang terus berganti membuat anak hanya belajar untuk mengejar nilai tanpa peduli akan lingkungan dan kehidupan sosialnya.
Montessori sebagai pakar pendidikan yang sekaligus peduli akan kehidupan anak mengembangkan metode pendidikan yang tidak hanya memperhatikan aspek kognitif, tetapi juga melalui latihan-latihan praktis yang menyentuh jiwa anak. Ia mengemukakan bahwa kemandirian seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak. Ia melatih kemandirian anak lewat latihan-latihan yang sederhana misalnya di sekolahnya ia merancang berbagai alat sederhana yang menunjang anak dalam belajar atau melakukan aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian anak tidak hanya menerima pengetahuan dari gurunya tetapi mengembangkan diri dengan berbagai sarana yang ada. Semuanya ini menjadi satu kebutuhan bersama dalam kehidupan anak. Jika anak hanya berkembang pada satu sisi akan mempengaruhi sisi yang lain. Maka pentinglah pendidikan mencakup semua aspek tersebut di atas.
B. Prinsip Dasar Metode Montessori
1. Jasmani dan Jiwa Anak Wajib Berkembang Sebebas-Bebasnya
Montessori berpendapat bahwa kemerdekaan dalam pendidikan merupakan hal yang penting terutama bagi anak yang masih sangat muda. Hal ini tidak hanya sekedar ide belaka tetapi sungguh dikembangkan Montessori untuk sekolahnya. Tiap pendidikan harus berpedoman pada pribadi yang hidup, karena tugas pendidikan adalah membantu anak untuk semakin dapat mandiri dalam hidup dengan mengembangkan seluruh kemampuannya secara maksimal. Kemerdekaan bukanlah kesibukan yang tidak bertujuan yang sering dipertunjukkan anak tetapi merupakan basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak. Menurut Montessori konsep kebebasan dalam pendidikan semestinya dimengerti sebagai kebebasan yang menuntut kondisi yang paling mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental termasuk perkembangan kemampuan otak.
2. Anak Harus Dididik Untuk Mandiri
Menurut Montessori syarat utama untuk menjadi pribadi yang merdeka adalah kemandirian. Oleh karena itu, anak harus dibantu supaya menjadi pribadi yang merdeka sejak kecil. Itu berarti sejak anak-anak memasuki fase awal untuk aktif, aktivitas mereka itu semestinya menjadi dasar untuk mengarahkan mereka agar semakin mandiri. Misalnya anak dibiasakan mengenakan pakainnya sendiri, mengambil keperluannya sendiri dan lain-lain. Itulah gambaran pendidikan yang menuju kebebasan sekaligus membantu anak.
Pendidikan yang efektif semestinya membantu anak untuk menjadi pribadi yang semakin mandiri. Semua bantuan yang tidak perlu justru menghambat proses makin mandiri yang semestinya dicapai anak. Pendidikan semestinya membantu anak untuk semakin dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya, dengan demikian sebagai individu ia semakin mengembangkan begitu banyak kemampuan untuk masa depannya. Membentuk pribadi yang kompeten tidak lain adalah membentuk pribadi yang mandiri dan merdeka. Hal ini seharusnya menjadi prinsip fundamental bagi pendidikan.
3. Penghapusan Hadiah dan Hukuman
Penghapusan hadiah dan hukuman merupakan konsekuensi dari penerapan prinsip di atas. Anak yang terbiasa untuk beraktivitas akan lebih menghargai hadiah yang tidak meremehkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu, karena ia sadar bahwa perkembangan kemampuan dan kemerdekaan batin menjadi asal usul bagi aktivitasnya. Hal ini tampak jelas pada setiap sekolah Montessori. Hadiah-hadiah yang ada tidak lagi menarik perhatian anak, karena pemberian hadiah justru dirasakan melukai harga diri anak.
Berkaitan dengan hukuman, Montessori mengemukakan bahwa ketika ada anak yang nakal, dan mengganggu teman lain, anak ditempatkan di sudut ruangan untuk bermain sendiri dengan mainan kesenangannya sambil duduk di kursi yang empuk. Pada awalnya ia merasa senang berada di situ namun makin lama ia melihat teman-temannya melakukan banyak hal bersama-sama, ia akan menyadari betapa bermanfaatnya bekerja sama dengan yang lainnya. Dengan demikian ia akan bergabung kembali dengan rekan-rekannya. Dari pengalaman itu ia akan menemukan sendiri pentingnya disiplin dan menghargai orang lain tanpa harus diatur oleh guru. Menurut Montessori hukuman semacam ini jauh lebih mendidik dibandingkan dengan hukuman fisik yang sering diterapkan di sekolah tradisional.
4. Alat-Alat Indera Anak Harus Berkembang
Ciri sistem Montessori yang terpenting adalah besarnya perhatian yang dicurahkan kepada perkembangan penginderaan. Menurut Montessori masa peka pertumbuhan alat-alat indera manusia terdapat antara usia 3-6 tahun . Oleh karena itu semua latihan untuk menyempurnakan pertumbuhan alat indera anak hendaknya dijalankan pada masa itu. Bersamaan dengan pertumbuhan alat indera anak, mulailah anak tertarik pada hal-hal di sekelilingnya.
Pendidikan alat indera manusia bertujuan menciptakan manusia yang dapat beradaptasi dengan alam sekitarnya. Anak harus dididik untuk hidup sesuai dengan kenyataan. Menurut Montessori kecerdasan otak akan tetap rendah tingkatnya jika tidak ada pendidikan alat indera. Sebab alat indera itulah yang menangkap bayangan dari luar yang dibutuhkan oleh otak. Apabila alat indera kita dihaluskan maka otak akan memperoleh pengaruh yang baik sekali. Menurut Montessori pendidikan penginderaan merupakan dasar bagi pembentukan konsep-konsep intelektual serta menyiapkan anak untuk menjadi pengamat yang tidak hanya mampu menyesuaikan diri dengan peradaban modern tetapi juga untuk keperluan sehari-hari. Inti dari pendidikan penginderaan adalah melatih anak mempertajam kemampuan untuk menangkap dan membeda-bedakan berbagai rangsangan inderawi secara tepat sehingga dapat memberikan penilaian secara tepat pula.
Singkatnya prinsip dasar dalam metode Montessori adalah anak harus dihormati sebagai individu yang bebas serta perkembangan pribadi anak baik jasmani maupun jiwa merupakan perhatian pokok dalam pendidikan.
C. Kekhasan Sekolah Montessori
1. Kedisiplinan
Montessori menggunakan kemerdekaan masing-masing anak untuk beraktivitas sebagai basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak karena sikap disiplin datang dari kemerdekaan itu. Konsep disiplin yang didasarkan pada kemerdekaan ini merupakan disiplin aktif yang berbeda dengan konsep disiplin tradisional yang merupakan disiplin pasif yang lebih menekankan suasana diam, tidak berbicara, tidak bergerak. Bagi Montessori seseorang disebut disiplin kalau ia menjadi tuan atas dirinya sendiri, sehingga ia dapat mengatur dan mengarahkan tindakannya sendiri. Pendidik mesti menggunakan cara tertentu untuk mengantar anak agar mampu berkembang sepanjang hidupnya ke arah penguasaan diri yang semakin lebih baik. Jangkauan disiplin ini tidak hanya di sekolah tetapi sepanjang hidupnya di masyarakat nanti.
Montessori sangat menekankan pentingnya anak beraktivitas dengan leluasa, karena memandang mereka sedang berada dalam fase awal mulai aktif dalam hidup sehingga aktivitas spontan mereka perlu dihargai. Montessori menolak bentuk praktis yang menghalang-halangi aktivitas mereka dan pembebanan kewajiban-kewajiban di luar batas kemampuan.
Montessori juga menolak anggapan yang mengatakan bahwa tertib dan tenang itu baik, sedang aktif dan bergerak itu buruk sebagimana yang biasa dimengerti di sekolah tradisional. Menurut Montessori tujuan disiplin adalah untuk aktif, melakukann sesuatu, berbuat baik bukan untuk diam dan pasif. Jadi kelas yang setiap anak aktif melakukan sesuatu yang berguna untuk menguji kemampuan-kemampuannya tanpa bertindak secara kasar dan mengganggu teman lain merupakan kelas yang disiplin.
Bagi Montessori kedisiplinan seperti itu merupakan hasil perkembangan potensi-potensi dari dalam kejiwaan anak yang merasakan hidup mereka diperdalam dan dikembangkan. Kedisiplinan yang muncul dari dalam ini tidak mungkin dicapai hanya dengan memberikan berbagai perintah, peringatan ataupun nasehat. Tanda awal munculnya kedisiplinan dari dalam itu dapat terlihat pada tindakan anak dalam menggunakan alat-alat kerja. Wajah anak akan memperlihatkan rasa tertarik mereka pada apa yang sedang mereka kerjakan dan mereka akan bertahan lama dalam latihan-latihan itu.
Untuk membentuk disiplin diri diperlukan serangkaian kegiatan yang dilakukan sendiri oleh anak dan yang disiapkan dengan metode pedagogis yang benar. Kedisiplinan selalu dicapai dengan cara yang tidak langsung. Tujuan kedisiplinan dicapai bukan dengan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat anak, tetapi dengan memberi kesempatan anak untuk memilih kegiatannya sesuai dengan apa yang dirasakan akan memperkembangkan potensinya dan bekerja bebas sesuai dengan kecenderungannya.
2. Kriteria Pembelajaran di Kelas
Proses pembelajaran di kelas Montessori melibatkan banyak peralatan pendidikan yang dirancang oleh Montessori. Anak bebas memilih alat pelajaran yang dibutuhkan. Setiap alat memiliki fungsi tertentu dalam merangsang perkembangan anak, serta tata ruang kelas di sekolah Montessori jauh berbeda dengan tata ruang kelas di sekolah tradisional. Meja dan kursi dibuat kecil, ringan dan mudah dipindah-pindahkan oleh anak sendiri, agar anak dapat memilih sendiri posisi duduk yang nyaman baginya seperti duduk di rumah sendiri.
Montessori menyebutkan tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara individual yaitu:
a. Pelajaran yang diberikan harus singkat. Semakin banyak kata-kata yang tidak berguna dihilangkan, semakin baik suatu pelajaran. Ketika mempersiapkan pelajaran yang akan diberikan, pendidik mesti mempertimbangkan bobot kata-kata yang akan diucapkan.
b. Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang sudah dipilih dengan seksama haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan dan mengacu pada kebenaran.
c. Pelajaran harus objektif. Guru tidak boleh menarik perhatian anak-anak pada dirinya sendiri sebagai guru, melainkan hanya pada objek yang ingin diterangkan. Penjelasan singkat itu harus merupakan penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari anak-anak.
Montessori mengatakan dalam proses pembelajaran, guru harus menghargai kebebasan anak. Jika anak tidak mengerti penjelasan guru, Montessori memberikan dua nasehat yaitu: jangan berupaya untuk mengulang pelajaran yang sudah diberikan dan jangan membuat anak merasa bahwa ia membuat suatu kesalahan.
Ada berbagai materi pembelajaran yang dikembangkan di sekolah Montessori anatara lain:
a. Materi Pembelajaran Menulis dan Membaca
1. Menulis
Montessori membagi pembelajaran menulis dalam tiga periode sebagai berikut:
· Latihan untuk mengembangkan mekanisme muskuler yang perlu untuk memegang dan menggunakan alat tulis. Latihan ini berupa persiapan dengan kegiatan menduplikat bentuk geometris dan mewarnai sketsa lukisan.
· Latihan untuk menanam dalam ingatan bentuk visual abjad dengan gerakan-gerakan yang perlu untuk menulis. Latihan penguasaan abjad dimulai dengan vokal lebih dahulu baru konsonan yang disertai dengan lafal bunyinya.
· Latihan untuk menyusun kata-kata. Latihan ini sangat penting karena melibatkan banyak unsur dalam diri anak: ia menganalisis, menyempurnakan, membetulkan pengucapan dan menempatkan objek-objek sesuai dengan apa yang didengarnya. Latihan ini kalau diulang-ulang akan mengembangkan kemampuan intelektualnya.
Tiga periode ini memuat semua langkah yang perlu dalam mempersiapkan anak untuk menulis tanpa pernah menulis dengan pensil sebelumnya. Dengan menguasai ketiga langkah ini suatu saat anak akan sampai pada suatu spontanitas dalam menulis.
2. Membaca
Membaca adalah interpretasi atas sebuah gagasan dari tanda-tanda tulis. Montessori menemukan bahwa menulis mesti dilatih lebih dahulu sebelum membaca. Dalam menulis lebih banyak dilibatkan kemampuan psikomotoris, sedangkan membaca hanya dibutuhkan kemampuan intelektual. Anak tidak cukup hanya mengucapkan kata-kata yang ia lihat, tetapi harus mengerti arti dan gagasan dari setiap kata yang ia lihat. Karana itu membaca lebih kompleks daripada menulis karena menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menulis itu berguna untuk mengoreksi, memperbaiki, mengarahkan dan menyempurnakan bahasa lisan anak, sedangkan membaca berguna untuk membantu mengembangkan gagasan-gagasan dan menghubungkannya dengan perkembangan kemampuan berbahasa anak. Menulis membantu perkembangan bahasa psikologis anak, sedangkan membaca membantu mengembangkan bahasa sosial anak.
Pendidik menyiapkan beberapa helai kartu yang sudah ditulisi dengan kata-kata yang sudah umum dikenal. Kartu diletakkan di depan anak untuk membantunya membuat interpretasi atas yang tertulis di atas kartu. Pada fase ini anak sudah terbiasa mengetahui bagaimana membaca setiap kata dengan mengucapkan setiap suara yang menyusunnya. Jika anak dapat mengucapkannya dengan tepat, pendidik cukup mengatakan “ Lebih cepat! Lebih cepat!” Ketika hal ini dilakukan berulang-ulang anak akan semakin lancar dalam membaca dan mengerti arti kata yang diucapkanya. Dengan demikian latihan membaca akan berlangsung dengan cepat karena anak sudah memiliki kemampuan menulis sebelumnya.
Satu hal yang menarik adalah ketika anak sudah menguasai kemampuan membaca, ia tidak lagi menerima hadiah-hadiah mainan yang di berikan karena merasa tidak ingin membuang-buang waktu dengan mainan. Ia akan terus mencoba membaca kata-kata sebanyak mungkin. Ia bergembira ketika bisa membaca atau menulis kalimat-kalimat sederhana yang disusun sendiri dari pengamatan atas lingkungan sekitarnya.
- Pengajaran Bahasa
Menurut Montessori pelajaran bahasa sangat penting bagi anak khususnya pada anak usia 2-7 tahun, karena pada usia ini anak mudah tertarik secara spontan pada objek-objek eksternal dan dengan mudah menyerap ke dalam ingatannya. Pada usia ini semua kemampuan psiko-motoris terbentuk dan berkembang pesat. Oleh karena itu anak di bawah usia 7 tahun dapat mempelajari berbagai bahasa sekaligus sampai pada aksen dan pengucapan yang sempurna.
Montessori juga menekankan pentingnya tata bahasa yang benar bagi anak dalam mempelajari suatu bahasa. Oleh karena itu perlu adanya pengoreksian dari guru terhadap anak jika terjadi kesalahan pengucapan ataupun kesalahan-kesalahan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar kesalahan–kesalahan itu tidak terbawa sampai dewasa. Kesalahan pengucapan yang terjadi biasanya pada pelafalan huruf s, r, d dan sebagainya. Jika anak salah mengucapkan huruf-huruf tersebut guru tersebut, guru dapat mengoreksinya dengan mengucapakan beberapa kata sejelas mungkin sampai anak dapat menangkap dengan indera pendengarnya secara sempurna. Kemudian anak di diminta untuk mengulangi kata-kata tersebut sampai betul.
- Pembelajaran Matematika
Montessori mengajari anak-anak untuk berhitung dengan menggunakan uang logam. Dengan itu anak-anak sangat tetarik, karena perhitungan ini praktis dan berkaitan dengan hidup harian mereka. Ada beberapa latihan dalam pembelajaran matematika antara lain:
· Latihan mengenal angka-angka.
Anak dilatih mengenal tanda angka dengan kuantitas objek-objeknya dengan menggunakan semacam dua baki kecil yang masing-masing berisi lima kotak kecil. Bagian bawah kotak itu ditulis angka 0-4 dan 5-9. Masing-masing kotak kecil diisi dengan objek-objek sejumlah angka yang dimaksudkan. Anak bisa berganti-ganti baik posisi maupun objek untuk variasi.
Awalnya anak bimbang untuk mengisikan sesuatu pada kotak yang bertuliskan angka nol. Untuk membantunya pendidik bisa menggunakan analogi dengan permainan yang meminta anak untuk datang nol kali atau untuk mencium nol kali. Mulanya saat diminta untuk datang anak akan melangkahkan kakinya, tetapi hal ini harus dikoreksi guru sampai akhirnya anak mengerti nol kali itu.
· Latihan mengingat angka-angka
Kalau anak sudah dapat mengerti simbol angka yang tetulis memiliki nilai kuantitas objek senilai yang disimbolkan, anak dapat dilatih dengan latihan berikut: Pendidik menggunakan angka-angka potongan klender dari 1-10. Kertas-kertas kecil itu dilipat. Anak diminta untuk membuka, mengingat angkanya dan menutup kembali. Lalu anak diminta untuk mengambil objek-objek sejumlah angka itu. Permainan ini dapat diulang-ulang.
Selain materi pembelajaran di atas, anak juga dilatih dengan berbagai latihan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan dalam hubungannya dengan orang lain, misalnya merawat diri sendiri, memperhatikan kebersihan lingkungan, bekerja sama dengan teman dan lain-lain. Dalam latihan ini anak didorong dan dilatih untuk menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri serta mampu bersosialisasi pada lingkungannya.
Sebelum anak melakukan hal-hal tersebut di atas, guru harus memberikan penjelasan tentang cara dan alat yang dipakai. Sesudah penjelasan anak dibiarkan untuk mempraktekannya sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Selama melakukan hal-hal tersebut anak dibiarkan melakukannya sendiri. Guru hanya mengamati tanpa memberikan komentar terhadap setiap kesalahan yang dilakukan anak. Guru hanya boleh memberikan bimbingan jika anak membutuhkannya. Tujuan dari latihan ini adalah melatih anak untuk tidak terus bergantung pada orang lain melainkan belajar menyelesaikan suatu masalah secara mandiri.
Montessori yakin bahwa melalui latihan-latihan yang diterapkan, anak pasti akan mengalami perkembangan. Namun ia juga menekankan bahwa meskipun anak mengalami perkembangan, tidak berarti bahwa anak akan dibiarkan untuk berjalan sendiri, melainkan guru tetap mengamati setiap perkembangan yang terjadi secara terus-menerus. Dalam hal tertentu anak masih membutuhkan bantuan guru untuk meneguhkan apa yang dibuatnya. Sama halnya dengan seorang bayi, meskipun sudah bisa berjalan namun ia masih membutuhkan ayah atau ibunya untuk menuntunnya. Hal tersebut di atas, akan mendukung anak dalam mengaktualisasikan dirinya serta melakukan sesuatu secara mandiri.
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam keseluruhan metode ini adalah guru harus mengenal anak didiknya, mengetahui latar belakang kehidupan mereka. Dalam sekolah Montessori kedekatan antara guru dan murid diibaratkan seperti seorang ibu dengan anaknya. Dengan demikian relasi antara guru dan anak-anak dapat terjalin dengan baik serta guru dapat dengan mudah mendampingi mereka sesuai dengan perkembangan masing-masing.
D. Kesimpulan
Pendidikan merupakan usaha dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu atau membantu anak agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri secara mandiri. Menurut Montessori untuk menjadi pribadi yang mandiri, seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak karena pada masa itu merupakan masa peka dimana anak mampu menerima segala sesuatu yang diajarkan.
Pendidikan dalam metode Montessori memberikan tempat bagi anak untuk beraktivitas sebebas-bebasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing yang sekaligus merupakan basis pembentukan kemandirian dan kedisiplinan bagi anak. Bagi Montessori pendidikan tidak berarti anak hanya menerima dari guru melainkan anak juga bisa menemukan sendiri apa yang berguna bagi mereka melalui aktivitas mereka sendiri. Kebebasan dalam metode Montessori adalah kebebasan yang mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak bukan hanya secara fisik tetapi juga mental termasuk perkembangan otak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam metode Montessori adalah mengembangkan seluruh potensi anak yang dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui berbagai latihan praktis yang berkaitan dengan kehidupan anak itu sendiri.
E. Refleksi
Hidup ini adalah suatu proses pendidikan yang panjang (long life education). Seluruh kegiatan manusia selalu berpautan dengan cara belajar, dalam arti tertentu, bahkan setiap kegiatan yang baik dan benar adalah hasil suatu proses belajar. Misalnya manusia belajar bagaimana cara berjalan yang benar, membuka mulut yang benar ketika sedang belajar berbicara. Berkaitan dengan hal ini dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah hal yang hakiki dalam kehidupan manusia yang sadar atau tidak dilaksanakan oleh setiap manusia, baik lewat jalur formal maupun non formal.
Namun sering terjadi kesenjangan tujuan belajar dalam proses didik mendidik khususnya dalam dunia pendidikan formal dimana kebanyakan orang memfokuskan tujuan belajarnya guna memperoleh nilai akademik yang semaksimal mungkin, ketimbang belajar untuk hidup ( belajar untuk tahu). Melihat masalah tersebut penulis mengatakan bahwa pendidikan yang sesungguhnya tidak hanya menyiapkan orang menjadi pintar, tetapi juga menyiapkan orang untuk memiliki kebajikan dan kebijakan dalam hidup serta kemampuan untuk berelasi dengan sesama dan Sang Pencipta seperti yang dikembangkan oleh Montessori.
DAFTAR PUSTAKA
Montessori Maria. 1954. Risalah Ahlididik. Jakarta
Montessori Maria. 1964. The Montessori Method, New York: Schocken Books.